Minggu, 13 Mei 2018

Tari Srikandi Mustakaweni

Tari Srikandi Mustakaweni

Asal usul Tari Srikandi Mustakawani


rebutan jimat kalimasada

Tari Srikandi Mustakaweni adalah tarian yang menggambarkan perang antara 2 orang wanita yang bernama Dewi Srikandhi dan Dewi Mustakaweni, tarian ini bertema heroik(kepahlawanan) dilakukan berpasangan wanita. Masing-masing memiliki karakter yang hampir sama yaitu sama-sama memiliki watak Putri Lanyap (bersifat tegas,tetapi kemayu) tokoh Srikandhi Mustakaweni ini adalah ceriwis dan memiliki suara agak cempreng.
Dewi Srikandhi adalah tokoh wanita dari keluarga Pandawa. Ia merupakan salah satu istri dari Raden Arjuna. Dewi Mustakaweni adalah anak dari Prabu Newatakawaca Musatakaweni memiliki kesaktian karena sakti maka ia dapat mengubah dirinya menjadi apa saja dan siapa saja yang dia mau. Pada saat akan mengambil Jimat Kalimasada ia mengubah dirinya menjadi Raden Gathutkaca, dan pada saat mencuri Dewi Srikandhi mengetahui pebuatan Dewi Mustakaweni karena pada saat itu Dewi Srikandi mendapat mandat untuk menjaga jimat Kalimasada, maka srikandi langsung mengejar Mustakaweni maka terjadilah perang antar keduanya. Pada saat perang Dewi Srikandi kalah oleh Dewi Mustakaweni. Lalu Dewi Mustakaweni berhasil dikalahkan oleh Bambang Priyambada dan menjadi istrinya.

Tata Rias dan Kostum

Tata rias dan busana yang digunakan tarian ini adalah tata RIAS BAKU yaitu rias yang tidak mengubah bentuk dan kostum yang digunakan oleh penari atau tidak boleh dikreasi.
Busana (kostum) Srikandi terdiri dari :
1. irah-irahan lanyap (yang dipakai di kepala).
2. sumping (yang dipakai di telinga).
3. klat bahu (yang dipakai di lengan kanan kiri).
4. mekak  dan srempang warna merah (ciri khas Srikandi).
5. sampur warna biru.
6. slepe + thothokan (semacam iket pinggang)  warna senada dengan mekaknya.
7. jarik samparan motif parang.
8. endhong, nyenyep & gendewa (anak panah panah berikut tempatnya & busurnya).
9. perhiasan terdiri dari : giwang, kalung dan gelang.

Sedangkan kostum Mustokoweni terdiri dari :

1. irah- irahan lanyap.
2. sumping.
3. klat bahu.
4. mekak, celana panjen dan srempang warna hijau.
5. plim (rambut palsu).
6. sampur warna orange.
7. slepe + thothokan warna hijau.
8. cundrik (senjata perempuan semacam keris yang dipakai di depan).
9. perhiasan terdiri dari : giwang, kalung  dan gelang.
10. jarik parang.

Tari Bondan

Tari Bondan

Asal Usul dan Sejarah Tari Bondan

Tari Bondan adalah salah satu contoh tari klasik yang berasal dari daerah Surakarta, Jawa Tengah. Dibandingkan dengan tari-tarian tradisional lainnya, tari bondan dianggap memiliki keunikan tersendiri. Tarian yang dimainkan dengan properti berupa payung, boneka bayi dan kendi ini dikatakan unik karena berbagai gerakannya menceritakan tentang kisah dan kasih sayang seorang ibu kepada anak bayinya. Simak penelusuran kami mengenai asal usul, sejarah, gerakan, dan informasi mengenai tarian tersebut berikut ini.

Tari Bondan

Tari bondan adalah tari yang terlahir dari kebudayaan masyarakat Surakarta masa silam. Tarian ini mengisahkan tentang seorang ibu yang mengasuh anaknya, memberikan kasih sayang, dan merawat bayinya hingga besar. Tidak diketahui siapa sebetulnya orang yang menciptakannya, yang jelas tarian ini, kini menjadi sangat populer dan sering dipentaskan dalam berbagai kesempatan.


Tari Bondan

Sejarah dan Asal Usul Tari Bondan

Berdasarkan sejarahnya, Tari Bondan dulunya merupakan tarian wajib bagi para kembang desa di kerajaan Mataram Lama. Tarian ini dimainkan untuk menunjukan jati diri sebagai seorang yang meski cantik, tapi tetap memiliki jiwa keibuan.

Pada perkembangannya, tari bondan kemudian terbagi menjadi 3 varian berbeda berdasarkan penggunaannya, yaitu Tari Bondan Cindogo, Tari Bondan Mardisiwi, dan Tari Bondan Tani. Perbedaan dari ketiga jenis tari bondan tersebut bukan hanya terletak pada kostum yang digunakan, iringan musik, serta gerakannya saja, melainkan juga pada sub-tema yang diangkat.

Tari bondan cindogo adalah tarian yang menggambarkan tentang kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya yang akhirnya meninggal dunia, sehingga lebih bernuansa sedih, tari bondan mardisiwi lebih mengarah pada kebahagiaan seorang ibu yang pertama kali dikaruniai momongan, sementara tari bondan tani lebih mengangkat kehidupan ibu-ibu di desa yang selain berkewajiban mengasuh anaknya juga membantu suaminya bekerja di sawah.

Kostum Tari Bondan

Para penari bondan wajib mengenakan kostum khusus pakaian adat khas gadis desa Jawa ketika akan menari. Untuk tari bondan cindogo dan bondan mardisiwi, para penari harus mengenakan busana berupa kain yang diwiron, baju kotang, jamang, dan properti tari berupa kain jarek, kendi, payung kertas, serta boneka. Sedangkan untuk tari bondan tani, para penari lazimnya mengenakan topi caping, menggendong rinjing atau tenggok, dan membawa alat-alat pertanian seperti sabit atau golok.

Sejarah dan Asal Usul Tari Bondan

Iringan Musik Tari Bondan

Untuk mengiringi tarian, musik atau lagu gending akan dimainkan sepanjang pertunjukan. Gending yang dimainkan tentunya memiliki ritme yang halus dan santai, menggambarkan kepribadian gadis-gadis Jawa yang lembah manah dan bersopan santun. Contoh gending yang dimainkan tersebut misalnya gending ayak-ayakan dan ladrang ginonjing.

Tari Eko Prawiro

Tari Eko Prawiro

Sejarah Tari Eko Prawiro

Tari Eko Prawiro adalah sebuah tarian yang menggambarkan tentang kegagahan sekelompok prajurit yang sedang berlatih perang, dimana para prajurit ini sangat mahir menggunakan pedang dan tameng.

Tari Eko Prawiro merupakan tarian Jawa Gaya Surakarta yang pada dasarnya tarian ini mengikuti 3 teknis Gaya Surakarta yaitu wiraga (kemantapan), wirama (kesesuaian gerak dan irama) dan wirasa (ungkapan jiwa). Selain ketiga aturan diatas tadi tarian gaya Surakarta juga mengikuti hasta sawanda yang artinya delapan aturan yang digunakan untuk bekal menjadi seorang penari yang baik diantaranya pancake (posisi), pancat (aturan gerak), ulat (ekspresi), lulud (penyatuan gerak dan gendhingnya), wiled (kebenaran gerak tari), luwes (tidak kaku), wirama (pengiring tarian), gendhing (irama tarian).


Tari Eko Prawiro, culture, classic dance

Berdasarkan bentuk penyajiannya Tari Eko Prawiro ini merupakan tarian tunggal, tapi seiring dengan perkembangan jaman, tarian ini dikareografikan menjadi tarian kelompok, dimana disini dituntut keseragaman gerak yang tinggi agar pertunjukannya lebih dinamis dan indah. Para penari harus menyamakan presepsi akan tariannya sehingga pementasan terlihat kompak, serasi satu sama lainnya.

Gerak Tari Eko Prawiro

Tari Eko Prawiro, culture, classic dance

Gerak tarian ini sangat sederhana, dimana pola lantainya dibuat simetris dengan banyak menghadap kedepan, dimana komposisinya ada bawah, tengah dan atas. Ragam geraknya antara lain, trecet yaitu gerakan kedua kaki membuka bergerak kesamping kanan dan kiri, tangan kiri kambang dengan membawa tameng serta tangan kanan membawa pedang. Kemudian dilanjutkan gerak balik kanan (menghadap kedepan) dan gerakan terakhir adalah sabetan pedang.

Tari Eko Prawiro, culture, classic dance

Kostum Tari Eko Prawiro

Tari Eko Prawiro, culture, classic dance
Busananya menggunakan iket kepala dengan warna merah dan emas dengan irah-irah dari kain wol warna hitam, sumping yang di kombinasi dengan warna putih dan merah dari kaon wol, kalung kace, klat bahu, gelang tangan, jarik dengan motip gordo, sampur, epek timang, boro saimir, uncal, sabuk, celana cindhe, gelang kaki. Sedangkan propertinya menggunakan pedang dan tameng. Riasan yang digunakan menggunakan riasan karakter make up yang membantu pembentukan karakter dan penjiwaan dari seorang prajurit yang gagah berani.

Iringan Musik Tari Eko Prawiro


Iringan lagunya menggunakan gamelan klasik Jawa meliputi gender, kendang, demung, saron, kenong, kempul dan gong, dimana iramanya rancak yang memberi kesan beriringan dan kompak dengan gerak tariannya. Sedangkan gendhingnya menggunakan gendhing lancaran, srepeg dan palaran.


Tari Eko Prawiro, culture, classic dance

Sebuah tarian lepas dengan ide penyusunannya yang kreatif dengan melihat sisi tentang keprajuritan yang dirangkai dengan elemen-elemen penunjangnya secara ekspresif dan lengkap serta utuh, yang mampu menumbuhkan kenikmatan bagi penikmatnya. (Soebijanto/reog biyan)

Tari Bambangan Cakil dari Jawa Tengah

Tari Bambangan Cakil

 Sejarah Tari Bambangan Cakil

Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu Tarian Tradisional dari Jawa Tengah. Disamping memiliki nilai keindahan, juga nilai moral yang disampaikan lewat sendra tari yang disampaikan. Bambangan Cakil, biasanya tampil dengan kemasan yang berbeda setiap kelompok tari atau pertunjukannya. Terdapat beberapa kreasi yang di lakukan dalam gerakan atau penari tambahan agar pertunjukan terlihat menarik dan tidak terlihat kaku.


Tari Bambangan Cakil ini sering di tampilkan pada berbagai acara budaya, seperti penyambutan tamu kehormatan atau festival budaya. Karena gerakan tarinya yang begitu artistik dan nilai – nilai di dalamnya yang begitu khas. Tarian ini sudah selayaknya untuk terus diperkenalkan pada generasi dan di lestarikan.
Tari Bambangan Cakil, menceritakan peperangan antara kebaikan dan kejahatan, yang akhirnya kebaikan tetaplah akan memenangkan peperangan. Kedua sifat tersebut di gambarkan dalam gerakan tari tokoh dalam tarian tersebut. Dimana kebaikan yang ada pada tokoh kesatria di gambarkan dengan gerakan yang bersifat halus dan lemah lembut. Sementara kejahatan pada tokoh raksasa di gambarkan dengan gerakan yang bersifat kasar dan beringas. Tokoh dalam pewayangan yang di gunakan dalam tarian ini adalah Arjuna sebagai Kesatria, dan Cakil sebagai raksasa.
Nilai luhur dari tarian ini yakni,  filosofi yang tinggi dimana kejahatan dan keangkaramurkaan akan kalah dengan kebaikan.

Gerakan dalam Tari Bambangan Cakil

Gerakan dalam Tari Bambangan Cakil ini sangat artistik. Walaupun di adopsi dari cerita pewayangan, tarian tidak di tarikan dengan percakapan. Namun pesan dan cerita dalam tarian ini tetap tersampaikan melalui alur gerakan para penarinya.
Untuk memerankan tokoh dalam Tari Bambangan Cakil ini tentunya ada syarat – syarat tertentu agar tarian terlihat menarik, diantaranya seperti fisik penari, keluwesan dalam menari, dan sifat dari para penari sendiri. Untuk memerankan tokoh kesatria biasanya harus memiliki fisik yang rupawan dan lemah lembut.
Sedangkan untuk memerankan tokoh cakil, dibutuhkan kelincahan dalam menari karena sifatnya yang beringas sehingga membutuhkan gerakan yang lebih. Selain itu penari cakil juga harus luwes, karena gerakan tokoh cakil yang cenderung aktraktif.
Dalam pertunjukanya tari Bambangan Cakil biasanya tidak hanya di mainkan oleh 2 orang saja. Namun ada beberapa peran pendukung seperti pasukan raksasa dan penari wanita sebagai pasangan kesatria.
Peran pendukung tersebut biasanya di mainkan pada awal pertunjukan agar pertunjukan terlihat tidak kaku dan lebih menarik.

Iringan musik Tari Bambangan Cakil

Tarian Ini di iringi oleh iringan gending srempengan, Ladrang Cluntang Sampak Laras Slendro. Suara kendang dalam pada musik pengiring sangat penting dalam tarian ini.
Seperti pada tarian jawa lainya, suara gendang harus di selaraskan dengan gerakan penari dan musik pengiring lainnya. Busana yang di gunakan para penari biasanya menggunakan busana pada pada wayang uwong (wayang orang), selain itu juga tata rias yang di gunakan juga sama seperti wayang wong. Semua itu di sesuikan dengan tokoh yang di perankan oleh penarinya.

Tari Bedhaya Ketawang Tarian Tradisional dari Surakarta, Jawa tengah

Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang


Tari Bedhaya Ketawang

Tarian ini merupakan tarian salah satu tarian kebesaran saat penobatan dan peringatan  kenaikan tahta raja di Kasunanan Surakarta, jawa tengah. Namanya adalah Tari Bedhaya Ketawang.


Apakah Tari Bedhaya Ketawang itu?
Tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya di pertunjukan ketika penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Kasunanan Surakarta. Tarian ini merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan Kasunanan Surakarta. Nama Tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata bedhaya yang berarti penari wanita di istana, dan ketawang yang berarti langit, yang identik sesuatu yang tinggi, kemuliaan dan keluhuran.
Menurut sejarahnya, tarian ini berawal ketika Sultan Agung memerintah kesultanan Mataram tahun 1613 – 1645. Pada suatu saat Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu beliau mendengar suara senandung dari arah langit, Sultan agung pun terkesima dengan senandung tersebut. Lalu beliau memanggil para pengawalnya dan mengutarakan apa yang terjadi. Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya ketawang. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini.
Namun setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dilakukan pembagian harta warisan kesultanan mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya di berikan kepada kasunanan Surakarta dan dalam perkembangannya tarian ini tetap dipertunjukan pada saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan tahta sunan Surakarta. 
Tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan hubungan asmara Kangjeng Ratu Kidul dengan raja mataram. Semua itu diwujudkan dalam gerak tarinya. Kata – kata yang terkandung dalam tembang pengiring tarian ini menggambarkan curahan hati Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Tarian ini biasanya di mainkan oleh sembilan penari wanita. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang ini dipercaya akan kehadiran kangjeng ratu kidul hadir dan ikut menari sebagai penari kesepuluh.
Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus di miliki setiap penarinya. Syarat yang paling utama yaitu para penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari harus meminta ijin kepada Kangjeng Ratu Kidul lebih dahulu dengan melakukan caos dhahar di panggung sanga buwana, keraton Surakarta. Hal ini di lakukan dengan berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Kesucian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah.
Pada pertunjukannya, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh iringan musik gending ketawang gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang di gunakan diantaranya adalah kethuk, kenong, gong, kendhang dan kemanak. Dalam Tari Bedhaya Ketawang ini di bagi menjadi tiga babak (adegan). Di tengah tarian nada gendhing berganti menjadi slendro selama 2x. Setelah itu nada gending kembali lagi ke nada pelog hingga tarian berakhir.
Selain di iringi oleh musik gending, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh tembang (lagu) yang menggambarkan curahan hati kangjeng ratu kidul kepada sang raja. Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, kemudian di lanjutkan dengan Ratnamulya. Pada saat penari masuk kembali ke dalem ageng prabasuyasa, instrument musik di tambahkan dengan gambang, rebab, gender dan suling untuk menambah keselarasan suasana.
Dalam pertunjukannya, busana yang di gunakan penari dalam Tari Bedhaya Ketawang adalah busana yang di gunakan oleh para pengantin perempuan jawa, yaitu Dodot Ageng atau biasa di sebut Basahan. Pada bagian rambut menggunakan Gelung Bokor Mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gelungan gaya Yogyakarta. Untuk aksesoris perhiasan yang di gunakan diantranya adalah centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga yang di kenakan pada gelungan, yang memanjang hingga dada bagian kanan). 
Gambar : Tari Bedhaya Ketawang
Pada awalnya Tari Bedhaya Ketawang dipertunjukkan selama dua setengah jam. Tetapi sejak zaman Pakubuwana X diadakan pengurangan, hingga akhirnya menjadi berdurasi satu setengah jam. Tari Bedhaya Ketawang ini tidak di tampilkan setiap saat, karena sebagai salah satu prosesi upacara keraton. Tarian hanya di tampilkan pada saat penobatan dan peringatan kenaikan tahta raja di Kasunanan Surakarta. Karena sifatnya yang sakral, untuk menyaksikan tarian ini tentunya ada beberapa syarat yang harus di penuhi.

Sabtu, 12 Mei 2018

Tari Merak

Tari Merak

Pengertian Tari Merak tarian yang berasal dari daerah pasundan Jawa Barat

Tari Merak adalah salah satu tarian yang menggambarkan ekspresi kehidupan burung merak. Tata cara dan geraknya diambil dari kehidupan merak yang diangkat ke pentas oleh Seniman Sunda Raden Tjetje Somantri.


Sejarah Tari Merak

Pada tahun 1950an seorang kareografer bernama Raden Tjetjep Somantri menciptakan gerakan Tari Merak. Beliau mengimplentasikan kehidupan burung Merak dalam gerakan tari tersebut. Utamanya tingkah merak jantan yang mengembangkan bulu ekornya ketika ingin memikat merak betina. Gerakan merak jantan tersebut tergambar jelas dalam Tari Merak.
Seiring perkembangan jaman, Tari Merak Jawa Barat telah mengalami perubahan dari gerakan asli yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri. Adalah Dra. Irawati Durban Arjon yang berjasa menambahkan beberapa koreografi ke dalam Tari Merak versi asli. Sejarah Tari Merak tidak hanya sampai disitu karena pada tahun 1985 gerakan Tari Merak kembali direvisi.

Kostum

Pakaian yang dipakai penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak seperti warna hijau, biru dan hitam. Ditambah dengan sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Para penari juga menggunakan mahkota yang makin menambah motif burung merak.

Pementasan

Dalam pementasannya tari Merak ditarikan secara berbarengan, biasanya tiga penari atau bisa juga lebih. Setiap penari memiliki fungsi sebagai wanita dan laki-lakinya dan diiringi lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul. Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan. Gerakan merak yang anggun dan mempesona tergambar dari gerakan Tari Merak yang penuh keceriaan dan keanggunan.
Tari ini sering juga digunakan untuk menyambut pengantin pria atau sebagai hiburan untuk tamu dalam acara pernikahan. Selain itu karena kepopuleran Tari Merak, tari ini juga banyak ditampilkan dalam acara nasional dan internasional.

Tari Gambyong Pareanom

Tari Gambyong Pareanom


Asal Usul dan Sejarah Tari Gambyong

Tari gambyong adalah satu dari sekian banyaknya tari norma yang berasal dari daerah sekitar Surakarta, Jawa Tengah. Tari ini awal mulanya hanyalah sebuah tarian jalanan ataupun tarian rakyat dan adalah tari kreasi baru dari perkembangan Tari Tayub.

Tari Gambyong Pareanom

Era upacara panen dan hendak menanam padi, masyarakat Surakarta tempo dulu akan mempertunjukan tarian ini menjadi undangan pada Dewi Sri ataupun Dewi Padi agar ia memberkahi sawah orang-orang yang dengannya hasil panen yang maksimal.
Nama gambyong sendiri sebetulnya berasal dari nama seorang penari kondang pada masa itu. Sri Gambyong namanya. Sri Gambyong yang mempunyai bunyi merdu dan keluwesan dalam menari sudah memikat tidak sedikit orang. Pertunjukan seni tari tayub ataupun tari taldhek yang dilakukannya di jalanan, bagi tidak sedikit orang dianggap mempunyai tanda yang Amat khas dan berbeda dari penari-penari umumnya. Menjadikan seluruh masyarakat di wilayah Kasunanan Surakarta pada masa itu tidak ada yang tak mengenal ia.


 Tari Gambyong Pareanom

Berita adanya pertunjukan seni tari nan apik yang di lakukan Sri Gambyong akhirnya hingga ke pendengaran Sunan Paku Buwono IV, yng adalah raja Surakarta pada masa itu. Pihak keraton Mangkunegara Surakarta lantas berusaha mendatangkan Sri Gambyong bagi atau bisa juga dikatakan untuk mementaskan tariannya. Semenjak era itu, tari Gambyong yng dimainkan oleh Sri Gambyong makin dikenal. Tidak sedikit orang mempelajarinya sampai-sampai akhirnya tarian ini dinobatkan menjdai tarian khas istana.
Asal Usul dan Sejarah Tari Gambyong
Pada perkembangannya era ini, tari gambyong masih Suka dipertunjukan dalam acara-acara resmi, acara-acara kenegaraan, ataupun acara norma rakyat. Dalam gelaran resepsi pernikahan ataupun khitan misalnya, tarian gambyong masih bisa kita temukan di Surakarta sampai-sampai saat ini.
Tidak tidak banyak juga era ini generasi muda di Surakarta yng tertarik bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengkaji warisan tari dari nenek moyangnya. Dibeberapa sanggar seni, tari gambyong umumnya mempunyai kelas tersendiri. Beberapa variasi gerakan pengembangan tari gambyong pula terus di lakukan, sampai-sampai menghasilkan beberapa jenis tari gambyong semisal gambyong ayun-ayun, gambyong sala minulya, gambyong gambirsawit, gambyong mudhatama, gambyong dewandaru, gambyong pangkur, dan gambyong campursari.


Gerakan Tari Gambyong dan Videonya

Gerakan Tari Gambyong dan Videonya
Gerakan tari Gambyong sebetulnya adalah hasil kreasi gerakan-gerakan dalam Tari Tayub. Berbeda yang dengannya tari tayub, pada tari gambyong biasanya di lakukan pada garis dan gerak yang jauh lebih besar. Adapun unsur estetis dari gerakan tari ini terdapat atau terletak pada kekompakan para penarinya. Para penari gambyong akan menggerakan tangan, kaki dan kepala secara bersama-sama selaras yang dengannya irama kendang yang ditabuh. Gerakan mata yang selalu mengikuti gerakan tangan pula makin membuat harmonis gerakan tarian ini.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk memlai tari gambyong, pertunjukan biasanya dibuka yang dengannya gending pangkur. Gending pangkur merupakan bagian maju beksan yng berguna nyanyian awalan tari yang di lakukan bagi atau bisa juga dikatakan untuk berusaha mendatangkan para penari naik ke atas pentas. Tari gambyong sendiri terbagi menjadi 3 bagian yakni maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Bagian-bagian dari tari yang telah di sebutkan bisa dilihat pada video yang akan di sajikan kali ini.

Kostum Tari Gambyong

Disaat menari, para penari gambyong wajib mengenakan kostum khusus berupa kemben yang bahunya terbuka hingga bagian dada dan bawahan berupa kain panjang bermotif. Para penari pula mengenakan selendang berwarna kuning dan di rias yang dengannya Amat cantik. Warna kostum tari gambyong ini memanglah identik yang dengannya warna kuning dan hijau. Kuning melambangkan kekayaan, dan hijau melambangkan kesuburan.


Iringan Musik Tari Gambyong


Tari gambyong akan selalu diiringi yang dengannya musik dari seperangkat gamelan dan tembang Jawa. Gong, gambang, kenong, dan kendang akan selalu dimainkan bersamaan yang dengannya gerak para penari gambyong. Dari beberapa alat musik yang telah di sebutkan, kendang menjadi yng paling istimewa. Kendang merupakan tatacara bagi para pemusik dan penari bagi atau bisa juga dikatakan untuk melakukan gerak ataupun bunyi tertentu. Oleh lantaran hal yang telah di sebutkan, dalam tari gembyong, kendang pula dijuluki menjadi otot tarian.